Ramadhan di Tengah Wabah Covid-19


M. Yusuf Amin 

Ramadhan tahun ini (1441 H) tidak biasa. Memang tidak ada Ramadhan yang biasa. Ramadhan selalu luar biasa. Tapi puasa di tengah pandemi (covid-19) pastilah tidak pernah dialami sebelumnya.

Saya tidak membolehkan istri berbelanja ke pasar sehari sebelumnya. Ada sayur kan, ada telur, ada sambel? Beres. Tetap bangunkan saya pukul tiga. Prepegan, demikian orang Jawa menyebut saat-saat akhir menjelang Ramadhan dan Idul Fitri, selalu membuat pasar tumpah ruah dengan manusia. Pun di tengah pandemi begini? Ya. Jalanan kota yang dua hari atau seminggu sebelumnya sepi seperti mati, mendadak hidup kembali.

Ramadhan memang mestinya kita sambut dengan sambutan paling meriah di dada kita. Tentu saja tidak melulu dengan belanja, makanan yang lezat dan bahkan kurma. Cukup dengan dada yang gembira. Sebab paham akan bertemu dengan bulan yang menyimpan banyak keistimewaan. Mungkin itu sudah cukup.



Agaknya ketakutan masyarakat akan terjangkit virus korona lambat laut akan mengecil, mengecil, dan mungkin perlahan akan lenyap. Agaknya mulai muncul bersit pikiran yang ngeri-ngeri sedap; wabah ini hanya konspirasi global, saya tetap aman kalau pakai masker dan cuci tangan pakai sabun, imun saya kuat, dan lain sebagainya. Bisikan yang entah muncul dari mana itu kemudian meningkatkan keberanian orang-orang untuk berkerumun di pasar. Ya, situasinya memang ruwet, ruwet, ruwet. Sementara kita dituntut untuk memilih, memberikan keputusan sendiri, disebabkan tidak adanya aturan yang tegas dan jelas.

Termasuk soal ibadah berjamaah di Masjid dan Mushalla. Himbauan dari MUI dan Kementerian Agama agar umat beribadah di rumah saja tidak begitu diindahkan, khususnya oleh orang-orang kampung.

"Kampung kita (insyaAllah) aman, sudah diportal, jamaahnya kita kenal semua, shalat tarawih tetap jalan," kata Pak RT.

"Kalau pasar saja berjubel dengan  orang-orang yang tak dikenali riwayat mereka saja berani, apalagi ke mushala kampung sendiri?" tambah Mbah Senep.

Logika Pak RT dan Mbah Senep belum bisa dituntut untuk menerapkan kaidah, "Mencegah kemadharatan lebih diutamakan ketimbang mengundang kemaslahatan." Mereka hanya bisa disadarkan ketika sudah muncul kasus nyata, yang tentu saja tidak diharapkan.

Saya mendapat cerita dari Ibu saya, bahwa Kyai di kampung kelahiran saya menangis setelah terbitnya himbauan MUI yang dikuatkan oleh ketua NU dan Muhammadiyah tentang Shalat Jumat yang ditiadakan. Menangis karena menanggung beban dosa apabila tidak jumatan atau karena kesedihan yang mendalam tidak bisa menjalankan ibadah fardhu 'ain? Kita tidak bisa mendeteksinya. Tetapi toh kemudian jumatan pada minggu berikutnya digelar, dengan diam-diam, tanpa speaker toa, dan orang-orang berduyun-duyun menghadiri. Lagi-lagi aparat tidak bisa berbuat tegas dalam hal ini, tidak bisa. Menangkapi para imam tentu akan dianggap kriminal, membiarkan mereka tanpa himbauan apa-apa juga akan dianggap tidak bertanggung jawab. Sekali lagi ini ruwet, ruwet, ruwet.

Bagi orang kampung datang ke Masjid dan mushala bukan lantaran (semata) mencari lipat pahala. Di masjid dan mushala itulah biasanya mareka bertemu dengan sesama saudaranya, tahu kabar-kabar terbaru, dan itu bisa jadi sarana rekreasi dan rileksasi di tengah berbagai kesulitan dan kesumpekan hidup. Untuk hal-hal itu bagi kaum milenial mungkin cukup dilakukan dengan menengok dan membuat story WA.

Malam pertama Ramadhan ini, saya sebenarnya ingin tarawih di rumah saja. Tapi tanpa kehadiran saya pun, mushalla kampung saya tetap menyelenggarakan jamaah tarawih. Dan entah kenapa, saya ketonen, teringat mereka, dan ingin memastikan bahwa jamaah di mushala kampung saya tetap dengan menjaga jarak dan memakai masker. Jamaah meningkat, mungkin 4 kali lipat ketimbang biasanya. Tarawih jalan, saya deg-degan, rasanya seperti malam pertama. Dan benar, ini malam pertama Ramadhan. Dan karena tadarus al-Qur'an selepas tarawih di Mushalla ditiadakan, saya mendadak bergairan menulis catatan ringan ini.

Ramadhan waktu yang baik untuk bermunajat: Semoga kita tetap sehat dan segera lepas dari keruwetan ini. 

Kematian, Akhir Segala Potensi Keburukan


M. Yusuf Amin

Kematian pasti akan datang. Klise betul kalimat itu. Tapi kenyataannya banyak orang takut dengan maut, diam-diam atau terang-terangan. Kenapa takut? Macam-macam alasannya. Kenapa ingin usia lebih panjang? Macam-macam alasannya. Yang jelas, tak seorang pun dapat memesan tanggal kematiannya, secara online maupun offline.

Membayangkan saat kematian bukan hanya membayangkan bagaimana alam setelah kematian, tetapi juga orang-orang yang kita tinggalkan. Anak kita, istri kita, orang-orang yang kita kasihi, akan seperti apakah mereka setelah kita mati. Seakan-akan kita begitu penting bagi mereka sehingga jika kita mati lebih dulu, maka mereka akan bernasib sial. Seolah-olah kitalah yang menghidupi, menyejahterakan, dan membahagiakan mereka. Celaka betul pemikiran semacam itu.

Coba kalau dari awal kita menstatuskan bahwa kehidupan ini adalah pemberian Allah, dan kematian juga atas kehendak Allah. Sayangnya selama ini kita kerap mensikapi kehidupan secara salah. Bahwa hidup adalah waktu di mana kita mencari karir, harta, kesejahteraan, dan lain sebagainya yang fana. Sedangkan kematian adalah akhir segalanya?

Nabi menyikapi hidup dan kematian dengan santai: Kehidupan adalah waktu menambah kebaikan. Sedangkan kematian adalah akhir dari segala potensi kita berbuat keburukan. Hari ini mungkin kita tidak jahat, tidak korupsi, tidak selingkuh, tetapi selama kita hidup sebenanarya kita punya potensi untuk melakukan hal-hal buruk tersebut. Dan ketika kematian itu tiba maka artinya potensi berbuat buruk itu sudah berakhir.

Tapi kan bekal kita belum cukup untuk perjalanan di negeri akhirat? Lalu apakah kalau kita akan hidup lebih lama pasti akan menambah bekal itu? Atau justru sebaliknya, kita menambah dosa dan memberatkan hidup kita di akhirat? Cobalah kita membalik cara berpikir yang salah itu dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Niscaya hidup jadi ringan, dan rileks saja mengahadapi kematian.

Disarikan dari ceramah Gus Baha’.

FESTIVAL LITERASI ZAKAT DAN WAKAF 2019

Festival Literasi Zakat dan Wakaf ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menggerakkan masyarakat dalam menghasilkan karya, baik berupa tulisan maupun visual, di bidang pemberdayaan zakat dan wakaf. Melalui karya-karya tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat, khususnya generasi mileneals dan masyarakat kelas menengah untuk terbiasa dalam mengeluarkan zakat.

Festival Literasi Zakat dan Wakaf berlasungsung mulai bulan September hingga NOvember dengan serangkaia agenda. Di antaranya, Lomba blog, lomba video animasi, dan lomba esai (call for essay). Berikut ini kami postingkan syarat dan ketentuan lomba blog. Untuk lomba lainnya, anda bisa cek langsung ke situs panitia di http://festivalzakatwakaf.com

Kompetisi Blog Zakat dan Wakaf



Peserta diharapkan menuangkan tulisannya yang mendalam, kritis dan membangun dalam isu-isu mengenai perkembangan zakat dan wakaf di tanah air. Tujuannya untuk meningkatkan literasi masyarakat mengenai zakat dan wakaf.

Tema
"Zakat Wakaf Membangun Umat Memajukan Bangsa"


Subtema
Pengalaman Berzakat: 
Berzakat melalui BAZNAS, Lembaga Amil Zakat (LAZ) secara online maupun offline

Pemanfaatan Dana Zakat
Dana zakat dapat digunakan untuk pemberdayaan sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan

Pemanfaatan Tanah Wakaf
Tanah wakaf dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
Kemudahan Wakaf di Era Digital
Platform digital memudahkan masyarakat untuk berwakaf
Profesionalisme Nazhir
Kompetensi Nazhir dalam pengelolaan aset wakaf

Syarat & Ketentuan
  • Peserta boleh memilih salah satu sub tema
  • Peserta adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa batasan usia dan tinggal di wilayah Indonesia.
  • Peserta bukan merupakan bagian dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
  • Follow akun media sosial berikut:
             - Instagram : @literasizakatwakaf
             - Facebook : @Literasizakatwakaf
             - Twitter : @ZakatWakafToday
  • Periode lomba berlangsung pada tanggal 20 Agustus 2019 sampai 20 Oktober 2019
  • Tulisan minimal 700 kata
  • Artikel diterbitkan di blog pribadi baik domain berbayar maupun gratis seperti blogspot, wordpress atau social blog (Kompasiana, dll).
  • Wajib mencantumkan backlink ke website bimasislam.kemenag.go.id dan literasizakatwakaf.com
  • Pendaftaran lomba dianggap sah jika peserta telah mengisi formulir pendaftaran di website http://bit.ly/LZWkompetisiblog paling lambat tanggal 20 Oktober 2019 pukul 23:59 WIB
  • Tulisan yang dibuat adalah orisinil dan belum pernah disertakan dalam lomba apapun
  • Sumber informasi valid terkait tema untuk menambah wawasan pembuatan konten blog bisa mencari referensi melalui Instagram @literasizakatwakaf
  • Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf memiliki hak penuh yang tidak dapat diganggu-gugat dan tidak memiliki batasan baik waktu maupun wilayah, untuk mengumumkan, memperbanyak, dan/atau mempergunakan (termasuk namun tidak terbatas mengedit dan memodifikasi) karya peerta maupun pemenang untuk segala kepentingan edukasi.
  • Peserta wajib mematuhi syarat dan ketentuan yang berlaku
  • Peserta boleh mengirimkan karya lebih dari 1 tulisan
  • Hasil karya peserta bukan merupakan hasil peniruan, plagiat, dan/atau pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual atas karya milik pihak lain; Panitia tidak bertanggungjawab dalam bentuk apapun atas klaim atau tuntutan dari pihak manapun
  • Panitia mempunyai hak terhadap karya peserta yang memenuhi syarat untuk dibukukan atau dijadikan sumber bahan informasi literasi zakat dan wakaf
  • Pemenang akan diumumkan di Malam Penganugerahan pada tanggal 6 November 2019 serta di media sosial Literasi Zakat Wakaf
  • Keputusan panitia dan dewan juri mengikat, tidak dapat diganggu gugat dan tidak ada surat menyurat.
Juara 1: 8 Juta
Juara 2: 7 Juta
Juara 3: 6 Juta
Juara Harapan 1: Rp 4.000.000
Juara Harapan 2: Rp 3.000.000
Juara Harapan 3: Rp 2.000.000

Jadwal Lomba
Pendaftaran & Pengumpulan:
20 Agustus - 20 Oktober 2019
Penjurian:
24 Oktober - 31 Oktober 2019
Pengumuman Pemenang & Malam Penghargaan:
6 November 2019

selebihnya silakan cek info lengkap di website penyelenggara: festivalzakatwakaf.com

DEmikian info FESTIVAL LITERASI ZAKAT DAN WAKAF 2019. Semoga bermanfaat. 

Perbandingan Hukum Merokok NU-Muhammadiyah

M. Yusuf Amin Nugroho 


Pada abad ke XI Hijriah atau 15 masehi rokok baru mulai dikenal dalam dunia Islam, tepatnya pada masa dinasti Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Setelah diketahui adanya sebagian orang Islam yang mulai terpengaruh dan mengikuti kebiasaan merokok, maka dipandang perlu oleh para Ulama pada masa itu pun seketika berijtihad, berusaha menetapkan hukum tentang merokok, yang kemudian keluarlah fatwa bahwa hukum merokok adalah makruh.
Hingga lima abad setelah itu, merokok masih menjadi bahan perdebatan di kalangan Ulama. Kontroversi seputar penetapan hukum merokok tak bisa dihindarkan, termasuk dikalangan Ulama NU dan Muhamamdiyah
Pada tahun 2005 Muhammadiyah lewat Majelis Tarjih dan Tajdid-nya telah menerbitkan fatwa hukum merokok, yang intinya adalah merokok hukumnya mubah. Namun, fatwa tersebut kemudian direvisi atau dianggap tidak berlaku lagi semenjak dikeluarkannya fatwa hasil dari Kesepakatan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau yang diselenggarakan Maret 2010 M yang isinya mengatakan bahwa merokok adalah haram.
Sementara NU melalui Bahstul Masail-nya menyatakan bahwa hukum merokok itu relatif, bisa mubah, makruh, dan bisa haram, tergantung tergantung dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya.
Lebih jelasnya mengenai fatwa hukum merokok dari NU dan Muhammadiyah, marilah kita jabarkan satu persatu.

Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah Seputar Hukum Merokok

Berikut adalah penjelasan lengkap dan detail dari kedua NU dan Muhammadiyah seputar Hukum merokok. 

Hukum Merokok Menurut Muhammadiyah

Hukum Islam (fiqh), sebagaimanya kita ketahui bersama,  dapat berubah tergantung dengan situasi dan kondisi di mana hukum itu diterapkan. Demikian halnya dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah tentang hukum merokok. Bahwa pada tahun 2005 Majelis Tarjih dan Tajdid memfatwakan mubah dikarenakan belum cukupnya data-data dan informasi yang diterima oleh para perumus fatwa. Dan setelah dilakukan kembali beberapa kajian dengan mengundang para ahli kesehatan, demografi dan sosiolog maka Majlis Tarjih dan Tajdid merubah fatwa bahwa merokok mubah menjadi haram. Dengan dikeluarkan fatwa baru ini, maka fatwa sebelumnya tentang merokok adalah mubah dinyatakan tidak berlaku.
hukum merokok menurut muhammadiyah

Dalam amar fatwa haram rokok yang dikeluarkan Muhammadiyah disebutkan bahwa: Wajib hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak setiap orang dan merupakan bagian dari tujuan syariah (maqâshid asy-syarî’ah).
Adapun dalil atau dasar diharamkannya rokok, adalah:
Pertama, bahwa merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khabâ’its yang dilarang dalam Islam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an, Artinya:
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (al-A'raf: 157)

Kedua, Agama Islam (syariah) melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan perbuatan bunuh diri.
Pendekatan yang digunakan oleh Majlis tarjih dan tajdid Muhammadiyah dalam menetapkan hukum merokok adalah dengan melihat akibat yang nampak ditimbulkan oleh kebiasaan tersebut.
Dalam tanya jawab, berkaitan dengan fatwa haram merokok dari Muhammadiyah, sebagaimana dimuat dalam Muhammadiyah Online, bahwa rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif serta mengandung 4000 zat kimia, di antara zat kimia tersebut berdasarkan penelitian terbaru, menyebutkan bahwa terdapat 200-an racun yang berbahaya yang dalam sebatang rokok. Sementara itu Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Dan tidak kurang dari 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok. 
Juga terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa 20 batang rokok per-hari akan menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.
Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko14 kali lebih bersar terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan dari pada mereka yang tidak menghisapnya.
Penghisap rokok, berdasarkan penelitian, juga punya kemungkinan 4 kali lebih besar untuk terkena kanker esophagus dari mereka yang tidak menghisapnya.
Penghisap rokok juga beresiko 2 kali lebih besar terkena serangan jantung dari pada mereka yang tidak menghisapnya.
Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.
Apa yang penulis deretkan di atas dijadikan dasar utama Muhammadiyah dalam menetapkan fatwa haramnya merokok, yang intinya adalah karena merokok memiliki madharat yang sangat besar. Karena madharatnya dianggap sangat besar, maka merokok merupakan perbuatan yang mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara perlahan sehingga itu bertentangan dengan larangan Alquran, Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati. (Q.S. Albaqarah: 159)

Juga di surat an-Nisa, yang Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. Annisa: 29)
Merokok juga bertentangan dengan prinsip syariah dalam hadis Nabi saw: “tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.”
Ketiga, merokok tergolong perbuatan mubazir, dan ini jelas dilarang dalam Islam. selain merugikan kesehatan, merokok juga meningkatkan angka kemiskinan, demikian menurut Muhammadiyah. Dari data yang diperoleh keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Angka-angka SUSENAS 2006 mencatat bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk membeli rokok mencapai 11,9%, sementara keluarga terkaya pengeluaran rokoknya hanya 6,8%. Fakta ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga miskin perokok menggeser kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan balita.
Dengan demikian berarti merokok melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang dilarang dalam al-Qur’an, artinya:
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.  Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.  (QS. Al-Israa’: 26-27)

Keempat, merokok tidak hanya berdampak buruk bagi diri si perokok, tetapi juga bagi anggota keluarga, dan orang-orang disekitar si perokok. Dan Islam telah melarang menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada orang, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang artinya:
 Tidak ada bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain (HR. Ibn Majjah, Ahmad, dan Malik).
Kelima, Perbuatan merokok oleh Muhammadiyah juga dikategorikan sebagai perbuatan yang melemahkan sehingga bertentangan dengan hadis Nabi saw yang melarang setiap perkara yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana hadis riwayat Ibn Majah, Ahmad, dan Malik yang artinya:
Dari Ummi Salamah bahwa Rasulullah saw melarang setiap yang memabukkan dan setiap yang melemahkan. (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqâshid asy-syarî’ah) yaitu (1) perlindungan agama (hifzh ad-dîn), (2) perlindungan jiwa/raga (hifzh an-nafs), (2) perlindungan akal (hifzh al-aql), (4) perlindungan keluarga (hifzh an-nasl), dan (5) perlindungan harta (hifzh al-mâl).
Bahwa Agama Islam (syariah) mempunyai tujuan (maqa’id asy-syari’ah) untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia. Perlindungan terhadap agama dilakukan dengan peningkatan ketakwaan melalui pembinaan hubungan vertikal kepada Allah SWT dan hubungan horizontal kepada sesama dan kepada alam lingkungan dengan mematuhi berbagai norma dan petunjuk syariah tentang bagaimana berbuat baik terhadap Allah, manusia dan alam lingkungan. Perlindungan terhadap jiwa/raga diwujudkan melalui upaya mempertahankan suatu standar hidup yang sehat secara jasmani dan rohani serta menghindarkan semua faktor yang dapat membahayakan dan merusak manusia secara fisik dan psikis, termasuk menghindari perbuatan yang berakibat bunuh diri walaupun secara perlahan dan perbuatan menjatuhkan diri kepada kebinasaan yang dilarang di dalam al- Quran. Perlindungan terhadap akal dilakukan dengan upaya antara lain membangun manusia yang cerdas termasuk mengupayakan pendidikan yang terbaik dan menghindari segala hal yang bertentangan dengan upaya pencerdasan manusia. Perlindungan terhadap keluarga diwujudkan antara lain melalui upaya penciptaan suasana hidup keluarga yang sakinah dan penciptaan kehidupan yang sehat termasuk dan terutama bagi anak-anak yang merupakan tunas bangsa dan umat. Perlindungan terhadap harta diwujudkan antara lain melalui pemeliharaan dan pengembangan harta kekayaan materiil yang penting dalam rangka menunjang kehidupan ekonomi yang sejahtera dan oleh karena itu dilarang berbuat mubazir dan menghamburkan harta untuk hal-hal yang tidak berguna dan bahkan merusak diri manusia sendiri.
Namun demikian, perlu juga disebutkan bahwa fatwa haram merokok dari Muhammadiyah tersebut ditetapkan dengan mengingat prinsip at-tadriij (berangsur), at-taisiir (kemudahan), dan ‘adam al-kharaj (tidak mempersulit). Artinya, mereka yang telah terlanjur menjadi perokok wajib melakukan upaya dan berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk berhenti dari kebiasaan merokok dengan mengingat al-Qur’an, artinya:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al-Ankabut: 69),

Juga berdasarkan firman Allah di surat al-Baqarah, artinya:
Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya; ia akan mendapat hasil yang ia usahakan dan memikul akibat perbuatan yang ia lakukan. (QS. Al-Baqarah: 286)

Selain itu, upaya yang dilakukan oleh para perokok untuk berusaha menghentikan kebiasaan merokok fatwa tersebut juga merkomendasikan kepada pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah untuk mengupayakan adanya fasilitas dalam memberikan terapi guna membantu orang yang berupaya berhenti merokok.
Sementara bagi mereka yang belum atau tidak merokok wajib menghindarkan diri dan keluarganya dari percobaan merokok, sesuai dengan firman Allah, artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api... (Q.S. At-Tamrin: 6)

kata kunci:

hukum merokok menurut muhammadiyah

hukum merokok bagi muhammadiyah
hukum merokok muhammadiyah
hukum rokok menurut muhammadiyah dan nu
hukum rokok menurut muhammadiyah
hukum merokok menurut pandangan muhammadiyah
hukum rokok dalam muhammadiyah

hukum rokok haram menurut muhammadiyah



Hukum Merokok Menurut  Nahdhatul Ulama (NU)


Hukum merokok menurut sebagian besar ulama NU makruh. NU menyadari bahwa kebiasaan merokok baru dikenal di dunia Islam semenjak awal abad XI hijriyah dan sejak itu hukum rokok atau merokok telah dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Di sebabkan tidak ada dalil dari al-Qur’an maupun hadis yang secara khusus menjelaskan masalah hukum merokok, maka perbedaan mengenai hukum merokok pun tidak dapat dihindarkan. Hukum merokok berkutat pada perbedaan haram, mubah dan makruh.
hukum merokok menurut nu

Membaca artikel yang ditulis KH Arwani Faishal di situs resmi NU berjudul Bahstul Masail tentang Hukum Merokok tidak didapatkan keterangan yang secara tegas mengatakan  bahwa merokok hukumnya ini atau itu; mubah, haram, atau makruh. KH Arwani, wakil ketua lembaga Bahstuhl Masail ini mencoba memandang dari bebagai perspektif tentang fatwa-fatwa seputar hukum rokok, tidak secara tegas memilih pendapat mana yang paling kuat.
Ia menyatakan bahwa pengharaman rokok pasti akan mendapat penolakan dari orang-orang yang tidak sepaham. Ia menulis: “Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.”
Memang terdapat nash al-Qur’an dan sunnah yang melarang manusia untuk berbuat kerusakan, kemudharatan dan kemafsadatan. Namun begitu dalil tersebut memiliki sifat yang umum sehingga sangat niscaya Ulama menafsirkannya berbeda-beda.  
Dalam surat al-Baqarah Allah berfirman, artinya:
Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)

Dalam hadis juga disebutkan:
Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah)
Para ulama fiqih, termasuk juga Ulama NU, memang telah sepakat bahwa segala sesuatu yang membawa kepada kemadharatan adalah haram. Namun demikian, jika muncul pertanyaan apakah merokok membawa kemadharatan? Apakah merokok tidak memiliki manfaat? Akan selalu berbeda satu jawaban dengan yang lainnya. Lain lagi jika seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.
KH Arwani Faishal selanjutnya membagi pendapat seputar rokok menjadi tiga macam, yakni:
Pertama; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.
Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.
Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.
Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya.
Tiga macam hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin.

“Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.”

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) sebagaimana dikutip  KH Arwani Faishal, yang artinya sebagai berikut:

Tentang tembakau… sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi…....Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167), sebagaimana dikutip  KH Arwani Faishal, yang artinya sebagai berikut:
“Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.”

Sebagaimana sudah kita ketahui, banyak di antara Ulama atau Kiai NU yang merupakan perokok. Dan sebagian besar dari Ulama NU mengatakan bahwa merokok hukumnya adalah makruh. Perbedaan pendapat NU dan Muhammadiyah dalam masalah hukum merokok ini dikarenakan penetapan ‘illah atau alasan hukum yang berbeda.
Jika Muhammadiyah berpendapat bahwa kebiasaan merokok sangat membahayakan kesehatan bagi perokok dan orang disekitarnya, karena racun yang dikandung dalam sebatang rokok sangat banyak dan berbahaya. Maka, yang dipersoalkan oleh Ulama NU adalah, bahwa informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis tentang rokok adalah sangat detail sehingga sekecil apa pun kemadharatan dalam hisapan tembakau menjadi terkesan lebih besar.
KH Arwani Faishal mengatakan, apabila karakter penelitian medis semacam itu kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh. Demikian halnya dalam menetapkan hukum merokok. NU menganggap rokok memiliki kemudharatan yang kecil yang belum cukup untuk dijadikan dasar hukum pengharaman.
Jika merokok haram, lalu bagaimana dengan makanan-makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya, apakah juga haram? Kita tahu, banyak makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.
"Sepertinya tidak dan belum akan ada perubahan, hukumnya (rokok) tetap makruh," ujar Ketua PB NU Masdar Farid Mas'udi, menjelang Muktamar NU ke-32 di Makasar 22-27 Maret 2010. Sementara itu, sebagaimana dilansir NU Online, KH Saefuddin Amsir, ketua pimpinan sidang Komisi Diniyyah Waqiyyah menyatakan tidak perlunya peninjauan kembali terhadap hukum merokok karena tidak ada illat  (alasan) baru yang menyebabkan perrubahan hukum.
Mengutip kaidah fiqh, ia menyatakan bahwa hukum itu berubah sesuai dengan perubahan alasan. Demikian juga berlaku pada hukum merokok.
Sementara itu menurut sekretaris komisi Bahtsul Masail Diniyah Waqiiyah H M. Cholil Nafis merokok tetap dihukumkan makruh, karena hal ini tidak berakibat atau membahayakan secara langsung, juga tidak memabukkan apalagi mematikan.
Tidak ditinjau ulangnya hukum makruh merokok yang ditetapkan NU bukan berarti NU menganggap remeh persoalan tentang bahaya rokok. Tapi, lebih karena selain masyayikh NU sudah memfatwakan seperti itu, juga ada faktor sosial lain yang melatarbelakangi, demikian Masdar Mas’udi menjelaskan. Dan NU tentu saja sepakat dengan menggalakkan kampanye tentang bahaya merokok di Indonesia.

kata kunci lainnya dari artikel ini:
hukum merokok menurut islam
hukum merokok menurut mui
hukum merokok menurut nu
hukum merokok menurut imam syafi'i
hukum merokok menurut al quran
hukum merokok menurut agama
hukum merokok menurut buya yahya
hukum merokok menurut ulama
hukum merokok menurut ulama nu
hukum merokok menurut ahlussunnah
hukum merokok menurut aswaja
hukum merokok menurut ahlussunnah wal jamaah
hukum merokok menurut alquran
hukum merokok bagi wanita menurut islam
hukum merokok bagi nu
hukum merokok menurut fatwa mui
hukum merokok menurut fiqih
hukum merokok menurut hadist
hukum merokok menurut hizbut tahrir
hukum merokok menurut hti
hukum merokok menurut hadits
hukum merokok menurut hadis
hukum merokok menurut alquran dan hadist
hukum merokok menurut ijma ulama
hukum merokok mnurut islam
hukum merokok menurut imam mazhab
hukum merokok menurut ijtihad
hukum merokok menurut islam nu
hukum merokok menurut jumhur ulama
hukum merokok dan minum kopi
hukum merokok menurut ulama salaf
hukum merokok menurut sunnah
hukum merokok menurut syariat
hukum merokok menurut 4 madzhab
hukum merokok nu
hukum merokok dalam nu
hukum merokok menurut nabi
hukum orang merokok menurut islam
hukum merokok menurut pandangan islam
hukum merokok menurut para ulama
hukum merokok menurut quraish shihab
hukum merokok menurut al quran dan hadist
hukum merokok menurut rasulullah
hukum merokok menurut tauhid
hukum merokok menurut majelis ulama indonesia
hukum wanita merokok menurut islam
makalah hukum merokok menurut islam
apakah hukum merokok menurut islam
hukum rokok menurut al quran
hukum merokok menurut agama islam
hukum rokok menurut agama islam
hukum merokok menurut syari'at islam
hukum merokok menurut pandangan agama islam
apa hukum merokok menurut islam
www.hukum merokok menurut islam.com
hukum merokok menurut hukum islam
hukum merokok menurut islam pdf
hukum rokok menurut pandangan islam
hukum merokok menurut syariat islam
hukum rokok menurut syariat islam
www.hukum merokok menurut islam
hukum rokok menurut ulama nu
Penjelasan lebih banyak tentang perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam pandangan mereka seputar hukum Islam, silakan anda download buku Fiqh al-Ikhtilaf NU-Muhammadiyah. 

download fiqih Nu-muhammadiyah
klik untuk menuju link download


Daftar bacaan:
1.      KH Muhyidin Abdusshomad, Hujjah NU Akidah-Amaliah-Tradisi, Khalista Surabaya: 2008
2.      PP Rabithah Ma’hadil Islamiyah, Masalah Kegamaan: Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdhatul Ulama, Dinamika Press, Surabaya: 1977.
3.      H. Soelleiman Fadeli dan Muhammad Subhan, S.Sos, Antologi NU, sejarah Istilah Amaliah, Uswah, Khalista, Surabaya: 2007
4.      Abdul Munir Mulkhan, Masalah-Masalah Teologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, Roykhan, Yogyakarta: 2005
5.      PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Persatuan, Yogyakarta, 1974.
6.      Majalah Suara Muhammadiyah
7.      Majalah Aula
8.      Berbagai sumber di internet di antaranya:
a.       www.nu.or.id
b.      www.muhammadiyah.or.id 

Demikian penjelasan tentang Fiqh Khilafiyah NU-Muhammadiyah Seputar Hukum merokok. Semoga bermanfaat.