Kreativitas dan Upaya Mengawal dan Mengarahkan Tren


Apa itu kreativitas? Kreativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dalam berbagai bidang kehidupan; proses konstuksi ide yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan berbagai masalah; pengembangan sebuah teori atau konsep. Seseorang dikatakan kreatif apabila ia bisa menciptakan sesuatu yang baru atau mengembangkan sesutu yang sebelumnya sudah ada dengan lebih baik.
       Sedangkan tren, sering diartikan sebagai gaya mutakhir atau gaya modern. Secara istilah tren bisa diartikan sebagai suatu kecenderungan manusia untuk mengikuti suatu objek yang menjadi pusat perhatian pada masa-masa tertentu.
Hati Sri

Hati Sri



Cerpen Jusuf AN
Ia mungkin sedang bersama perempuan lain? Kenapa teleponku tidak diangkat? Atau ada siswanya yang berandal menghadangnya di jalan, lalu menghajarnya sampai pingsan? Ah, tak mungkin. Ia tak pernah punya masalah dengan siswa. Tapi, ya, sangat mungkin ia berkencan dengan salah seorang siswanya?”
Memang, bukan kali pertama Rama pulang terlambat. Namun, biasanya Rama akan memberi kabar pada pagi sebelum berangkat, mengatakan bahwa nanti dirinya harus lembur. Atau jika tidak, Rama akan menelepon Sri, mengabarkan ada urusan mendadak, semisal takjiyah atau hajatan ke rekan guru di luar kota. Atau paling tidak, Rama akan menerima panggilan Sri jika Rama sedang tidak ada pulsa.
Menunggu Adil

Menunggu Adil


Sebuah Naskah Lakon
Pernah dipentaskan dalam acara pentas seni di MTs Negeri Wonosobo

Oleh: Jusuf AN

Empat pemain masuk ke panggung. Berdiri tegak di tengahnya sambil mengangkat burung garuda:

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana nana
Nana

AKTOR 1:
Nana nana nana na nana

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana

AKTOR 2:
Nana nana nanananananana

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana

AKTOR 3:
Nanana nanana

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana

AKTOR 4:
Nana nana nanananananananananananana

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana

Sunyi sejenak. Menunggu suara, tetapi yang ditunggu tidak muncul juga.
AKTOR 1, 2, 3, 4 hilir mudik di panggung seperti tengah mencari-cari sesuatu.
Kembali lagi mereka berkumpul di tengah:

AKTOR 1, 2, 3, 4:
Nana
(berpencar lagi seakan-akan tengah mencari-cari sesuatu.)

AKTOR 1:
Teman kita?

AKTOR 2:
Dimana?

AKTOR 3:
Bukankah tadi….

AKTOR 4:
Siapa namanya?

AKTOR 2:
Namanya?

AKTOR 1:
Namanya, Adil. Heran, sama teman sendiri aja ga kenal.

AKTOR 3:
Lengkapnya, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

AKTOR 1:
Aneh, mestinya ia bersama-sama dengan kita

AKTOR 3:
Kemana perginya ya?

AKTOR 4:
Bukan hanya kemana, tapi yang paling penting adalah kenapa?

AKTOR 1:
Mungkin ia malu.

AKTOR 3:
Malu?

AKTOR 2:
Atau bisa jadi ia marah.

AKTOR 3:
Marah?

AKTOR 1:
Ya, pastilah ia malu dan marah.
Sebab nama yang melekat padanya hanya sekadar nama.
Adil. Adil. Adil.
Disebut-sebut berulang-ulang tetapi tidak ada ujudnya.

AKTOR 2:
Wah, kalau sampai ia ngambek bisa gawat kita!

AKTOR 3:
Gawat gimana?

AKTOR 2:
Tanpa dia, kita tidak sempurna.
Kita bertuhan, kita beradab, kita bersatu, kita bermusyawarah
Tetapi apa gunanya semua itu kalau di sekeliling kita masih banyak ketimpangan sosial.
Seperti sebuah lagu.
Yang kaya semakin kaya
yang miskin semakin miskin.

AKTOR 1:
Kita harus cari dia sekarang juga
Kamu, ke sana… (menunjuk AKTOR 2, mengacungkan jadi ke kanan)
Kamu, ke sana (menunjuk AKTOR 3, mengacungkan jadi ke kiri)
Kamu….. (menunjuk AKTOR 4, mengacungkan jadi ke depan)
Eh…itu… (memanjang ke depan)
Aku akan mencarinya di sana (mengacung ke arah belakang).

(Mereka berempat berpencar mencari kawannya)

AKTOR 2:
 Adil…kau di mana?
Adil…kami merindukanmu.
Pulanglah!

AKTOR 3:
Adil… keluarlah dari persembunyianmu.
sudah kutanyakan ke orang-orang, semuanya kenal kamu.
Tetapi tidak ada yang tahu di mana keberadaanmu.
Keluarlah, Adil!

AKTOR 1:
Adil…adil…
Tanpa kamu, mungkin kiamat akan datang lebih cepat
Akan kian banyak orang-orang sekarat
Datanglah… kami butuh dirimu.

AKTOR 4:
Adil, di manakah kau Adil.
(melayangkan pandang ke depan seakan melihat seseorang)
Adil? Kaukah itu?
Teman-teman cepat kumpul!
(AKTOR 1, 2, 3 datang mendekat di tengah panggung)
Itu…lihatlah?
Itu Adil?

AKTOR 5:
Muncul dari depan panggung yang jauh sambil membacakan puisi:


Hampir genap empat abad negeri kami tak pernah pagi. Matahari di negeri kami dicuri atau disembunyikan entah siapa, entah mendung seperti apa, membuat kami kelimpungan  berjalan mengendap-endap sepanjang hari tanpa tujuan pasti.

Kami menunggu seseorang datang menggenggam matahari, lalu mengajak kami bersama-sama menikmati pagi paling bening dan mendengarkan burung-burung bernyanyi.

Sudah bosan kami ditipu oleh orang yang mengaku dapat mengembalikan matahari ke negeri kami, tapi ternyata sekadar menghidupkan lampu-lampu janji yang menyembur dari mulutnya. Sudah muak kami dengan orang-orang yang mengaku dapat mencipta pagi tetapi ternyata justru membuat malam di negeri kami tambah jahanam. 

Dengarkan suara hati kami yang merindukan pagi. Pagi dengan matahari yang tidak hanya berpendaran di gedung-gedung dan lapangan golf, tapi juga menyebar ke sudut-sudut kampung, menumbus ke gubuk-gubuk pinggir kali.

(AKTOR 5 naik ke panggung disambut suka cita oleh 4 temannya. Mereka saling berangkulan.)

AKTOR 1:
Ayo kawan-kawan kita ulangi main nananananya:
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5 (serentak):
Ayo!

Nananana
AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana nana

Nana

AKTOR 1:
Nana nana nana na nana

AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana

AKTOR 2:
Nana nana nanananananana

AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana

AKTOR 3:
Nanana nanana

AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana

AKTOR 4:
Nana nana nanananananananananananana

AKTOR 1, 2, 3, 4, 5:
Nana

AKTOR 5:
Hanya terdiam dan menundukan kepala.


AKTOR 1, 2, 3, 4:
Giliranmu, ayo!

AKTOR 5:
Aku malu mengucapkannya

AKTOR 3:
Kenapa mesti malu, wong cuma nana nana

AKTOR 5:
Tapi bagiku itu lebih dari sekadar bernana-nana

Terdengar musik sedih.
Kelima AKTOR merapat, menunjukkan kesedihan di wajahnya.
Musik berhenti, disambut teriakan kelima AKTOR:

Kami menunggu, seperti tahun-tahun yang telah lalu, kami masih menunggu, mungkin sampai sesuatu yang lain yang juga kami tunggu datang menjemput kami lebih dulu. 


TAMAT!